Nigel: Well, join the
club. That happens when you start doing well at work, darling. Let me know when
your whole life goes up in smoke. That means it's time for a promotion. (The
Devil Wears Prada, 2006)
Adegan itu selalu kamu ulang ketika bosan. Mendapati diri
sendiri terpaku dalam tali menggantung sama sekali tidak mengenakkan. Hidupmu
terpasung, sedangkan yang lain berlalu dengan dada membusung, diikuti rangkaian
kertas warna-warni sebagai tanda gempita prestasi.
Terlalu banyak kejanggalan yang menusuk seperti bau durian,
katamu seraya menatap pasir berhamburan. Awalnya, kamu tidak memedulikan
nada-nada sumbang yang bernyanyi riang. Pikirmu, toh meski semua orang suka
musik, tidak seluruhnya pandai bernyanyi. Kamu maklum, tapi akhirnya tetap
menggerutu.
Cacing Kepanasan.
“Bayangkan, aku harus tahan mendengar nyanyian mereka selama
berjam-jam setiap hari. Semuanya bernyanyi lagu sama dengan nada berbeda. Aku
harus bagaimana?”
Aku tersenyum melihat kepanikan menempel rapi di keningmu.
Bulir-bulir keringat dingin itu menetes seiring napasmu yang semakin cepat.
Saranku terangkum dalam kalimat berikut: “Jangan berlari, hadapi saja.
Pakai earphone andalan dan dengarkan playlist kesukaanmu. Buat mereka seolah
bernyanyi dalam sunyi.”
“Aku benci durian, kamu tahu itu. Aku juga berharap orang tidak asal bernyanyi, tanpa mengerti apa arti bunyi.”
“Take it or leave it,
dear. The choice is yours.”
Dan kali ini kamu memandangku tajam. Ada pisau di sana yang
siap menikamku dalam temaram. Semoga saja ini tidak memaksaku untuk kabur tengah malam.
No comments:
Post a Comment